Pythagoras dan Reinkarnasi

Bagi sebagian besar orang, hal yang terlintas pertama ketika mendengar tentang Pythagoras adalah teoremanya yang terkenal: Theorema Pythagoras. Theorema Pythagoras ini berbunyi kuadrat sisi miring suatu segitiga sama dengan jumlah dari kuadrat tiap sisi lainnya.

PythagoreanTheoremFigure_1000

Sumber: google

Namun tidak banyak yang tahu Pythagoras orangnya sangat religius dan percaya tahyul. Dia percaya akan reinkarnasi dan perpindahan jiwa. Dia menciptakan suatu sekte rohani di Italia Selatan dengan dirinya sebagai figur utama sekte tersebut.

Murid-muridnya tinggal bersama, mengikuti peraturan-peraturan kaku sambil mempelajari teori-teori filsafat dan supernaturalnya. Dua sisi keyakinan Pythagoras, mistis dan sains, sepertinya tidak bisa disatukan, namun Phytagoras tidak menganggapnya sebagai suatu kontradiksi. Baca lebih lanjut

Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil

 

guys on bench with Bible.jpg

Sumber: google

“Mengapa kamu jadi Kristen?”

Seseorang baru saja mengajukan pertanyaan ini.

Pertanyaan yang sederhana, namun entah mengapa saya tidak dapat langsung menjawabnya.

Hal yang terlintas pertama kali adalah saya harus menceritakan kembali kisah pertobatan saya yang sudah saya hafal karena saking seringnya saya memberikan kesaksian, baik dalam kelompok maupun perbincangan pribadi. Baca lebih lanjut

Stars will guide… you(r) home (Bon Voyage Part II)

img_0758_web.jpg

Saat berada di darat, ada dua respon yang normal dari orang-orang ketika tahu bahwa aku adalah pelaut.

Respon pertama biasa datangnya dari anak-anak kecil dan remaja; mereka mengajukan beberapa pertanyaan seperti ini:

“Berapa banyak hartamu/istrimu?”

“Pernah melihat monster laut?”

sampai,

“Berapa banyak kapal yang sudah kamu jarah?”

Hmm, memangnya aku bajak laut? Aku hanya pelaut biasa. Kapal tempat aku bekerja memang membawa banyak harta, tapi itu bukan milikku. Kapalku hanyalah kapal dagang pembawa barang-barang berharga ke seberang lautan.

Respon kedua adalah tatapan sedih sambil menggelengkan kepala; kok mau jadi pelaut, jauh dari tempat hiburan, bertemu orang yang itu-itu aja, belum lagi badai dan gelombang besar.

Tapi… kadang-kadang aku bingung juga sih mengapa aku menjadi pelaut. Kejadiannya sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Entah dulu aku yang memilih menjadi pelaut atau takdir yang memilih aku, setelah sekian lama aku tidak memikirkannya lagi.

Dan… di sinilah aku, berbaring beralaskan lantai keras geladak di buritan sebuah kapal layar.

Tempat ini merupakan tempat favoritku, tentu saja setelah ‘menara’ pengawas di puncak tiang utama. Tempat-tempat seperti ini cocok digunakan untuk melamun, terbang jauh, tidak dibatasi tubuh yang diombang-ambingkan ombak.

Malam ini bukan jadwal piketku untuk berjaga-jaga. Sayangnya langit malam ini terlalu indah untuk dilewatkan.

Aku senang melihat bintang-bintang. Bintang-bintang lebih dapat dipercaya dibanding manusia. Hampir semua bintang setia dan tetap pada tempatnya selama ribuan tahun. Kalau pun ada bintang yang bergerak sepanjang malam, gerakannya dapat diprediksi.

Pari di selatan, Biduk di utara. Tidak lupa tiga bintang sejajar dari rasi Waluku yang mudah dikenali. Malam ini juga menjadi saksi dua bintang cerah yang berdansa tepat di atas kepala; Respati si putih cerlang dan juga si merah Anggara yang menakjubkan. Momen seperti ini tidak terjadi setiap tahun. Kedua bintang ini memiliki gerakan yang berbeda dan tidak selaras dengan bintang-bintang lainnya. Selain itu, aku tidak pernah melihat mereka berkedip seperti bintang-bintang lainnya.

Sepertinya aku sudah cukup puas dengan pemandangan ini.

Aku bangkit dan berjalan menuruni tangga ke geladak bawah dan sampai ke lambung kapal. Meriam-meriam berukuran sedang terpasang kokoh di tiap sisi kapal.

Kapan terakhir kali kami menggunakan meriam-meriam ini?

Akhir-akhir ini merupakan pelayaran paling aman dalam hidupku. Sedikit badai dan kami tidak pernah bertemu bajak laut. Itulah sebab kami tidak pernah menggunakan meriam-meriam ini. Gemas rasanya ingin mengisi peluru dan membakar sumbunya, terutama meriam putih yang kuberi nama Astra yang bahkan tak pernah digunakan sejak aku membelinya empat tahun yang lalu. Padahal meriam ini adalah model terbaru.

Aku naik kembali ke haluan untuk melihat jauh ke kegelapan malam yang berusaha ditembus oleh kapal ini. Dari anjungan terlihat pak nahkoda yang memberikan isyarat ‘hati-hati’ padaku. Seingatku dia jarang sekali bicara. Setiap kru kapal sudah terlatih untuk memahami bahasa isyaratnya.

Di haluan ini sering terjadi kecelakaan yang dialami kru-kru kapal junior yang keasyikan bermain dan tergelincir jatuh ke laut. Dulu beberapa kali aku jatuh, dan beberapa kali juga seniorku terjun dan menyelamatkanku. Sekarang giliranku yang terjun dan menyelamatkan orang-orang yang jatuh dari haluan.

Kapal merupakan satu-satunya tempat yang aman di lautan. Kami tidak dapat hidup tanpa kapal. Itulah mengapa semua kru perlu sadar akan betapa berbahayanya jatuh dari kapal, apalagi di tengah malam seperti ini.

Aku berjalan mendekati anjungan. Pada kontak mata yang pertama, pak nahkoda memberi pesan ‘ganti sebentar’ kepadaku. Sepertinya ia ingin ke belakang.

Aku memegang kokoh roda kemudi yang kecil. Walaupun kecil, kemudi ini sanggup mengarahkan kapal ke pelabuhan selanjutnya. Semua kru kapal memiliki spesialisasi masing-masing, namun tidak ada ego yang lebih besar dari kapal ini. Semua orang bisa digantikan.

Jika suatu saat aku pensiun, kapal ini akan tetap berlayar tanpa aku. Astra dapat ditembakkan tanpa persetujuanku. Ok, mungkin tidak juga. Mungkin meriamnya akan dijual karena rumit sekali menggunakannya. Aku masih diprotes karena membeli sesuatu yang tidak bisa digunakan semua orang – ”Harusnya kita beli meriam ini 10 atau 20 tahun lagi!” – Kira-kira seperti itu. Sepuluh atau dua puluh tahun atau tak pernah sama sekali, sama saja bagiku. Huft.

Aku melayangkan pandangan ke depan. Hanya ada kegelapan, namun aku harap ini arah yang benar.

Semoga kompas kapal masih berfungsi sebagaimana mestinya. Kompas ini sudah ada sejak kapal ini pertama kali berlayar. Huruf penanda arah utara, barat dan selatan sudah mulai buram. Namun setidaknya gambar mawar kecil terlihat jelas dibawah jarum kompas. Aku bertanya-tanya, jika suatu saat nanti semua penanda arah sudah tak terbaca lagi , apakah mawar ini masih bisa disebut wind rose – mawar kompas?

Aku menyerahkan kemudi kepada pak nahkoda ketika ia kembali ke anjungan. Aku keluar, perlahan melangkahkan kaki dan memandang jauh ke kaki langit. Cahaya keemasan muncul di bawah Kejora.

Pagi.

Andai saja aku punya sayap…

Bukan…

Andai saja sayap-sayap ini dapat ku pakai terbang.

Mimpi, Idealis, Utopia.

wp-1464064512857.png

Mereka bertanya padaku

Pertanyaannya sih terdengar mudah

Mereka bertanya seperti apa Utopiaku

namun menjawabnya membuat diriku gundah

 

Untuk setiap keunggulan selalu muncul kelemahan

Tidak mudah memutuskan

 

Di dunia kecilku yang sempurna, orang-orang memberi salam

setiap bertemu mencium dan memeluk dengan girang

tak ada air mata atau ketakutan akan malam

tak terasa aneh keunikan seseorang

 

Namun kenyataannya, kita cuek

entah mengapa bukti kasih menjadi jarang

ketika happy tak ada yang brengsek

ketika susah banyak yang hilang

 

Di dunia kecilku yang sempurna, kita memberi dan membagi

“peduli”, itulah nilai kita

kita mengasihi untuk hidup, dan hidup untuk mengasihi

dan mudah untuk memaafkan dusta

 

Namun kenyataannya, kita terobsesi dengan kerakusan

dan mengejar hal yang cepat buyar

kita menginjak orang yang berbeda aliran

sehingga tersisa kita sendirian yang harus membayar

 

Di dunia kecilku yang sempurna, anak-anak bersuka

orangtua bekerja dengan cinta

tak ada anak yang sakit atau terluka

disiksa atau diperlakukan seperti nista

 

namun kenyataanya, kebanyakan orang menangis

dan berdoa agar kematian menghilangkan pedih

menerima semua hal dengan meringis

dan kemudian mengeluhkan hidup yang sedih

 

Di dunia kecilku yang sempurna, kita semua sama

dan kehidupan bukanlah permainan yang penuh guncangan.

orang-orang setia, jujur dan adil,

dan menghargai nilai persahabatan dan kepercayaan.

Baca lebih lanjut

6 Dunia Paralel dalam Seri Chrono

Ini adalah bagian akhir dari artikel tentang seri Chrono. Ada baiknya terlebih dahulu membaca artikel sebelumnya tentang Chrono Trigger dan Chrono Cross. Seperti kita tahu dari cerita di Chrono Trigger dan Chrono Cross, ada beberapa dimensi paralel yang mempengaruhi jalan cerita dalam seri Chrono:

Baca lebih lanjut

Chrono Cross: Pencarian di Seberang Dimensi

chronocross.pngChrono Cross merupakan sekuel dari Chrono Trigger sehingga ada beban berat yang harus dipikul pihak pengembangnya untuk menyaingi kepopuleran pendahulunya.

Ketika dilepas ke pasaran, Chrono Cross menerima rating yang tinggi dari kritikus, bahkan mendapat nilai sempurna 10 dari GameSpot. Game ini sangat terkenal dengan soundtracknya membangkitkan emosi dan nostalgia. Tv-tv swasta seperti Tr**s Tv dan Tr**s 7 [*sangat*] sering menggunakan soundtrack Chrono Cross dalam program-program mereka. Bahkan yang tidak memainkan atau tidak suka game ini ternyata memuji-muji musik Chrono Cross.

Baca lebih lanjut

Tuhan tidak dapat didefinisikan (?)

“Tuhan tidak dapat didefinisikan”

Ini adalah jenis pernyataan yang selevel dengan pernyataan “Tuhan tidak dapat dinilai dengan logika”.

Sama-sama buat telinga panas dan geleng-geleng kepala.

Sebelum di-bully sama orang-orang yang menuduh saya menilai Tuhan dengan hikmat manusia, ada baiknya saya menjelaskannya terlebih dahulu. Baca lebih lanjut

Chrono Trigger: Apa yang akan terjadi, (tidak akan selalu) terjadi

Chrono Trigger CharacterChrono Trigger terhitung sukses baik secara finansial maupun penilaian kritikus dan sering disebut-sebut sebagai . Chrono Trigger adalah game revolusioner pada masanya, karena memperkenalkan kemungkinan akhir cerita yang lebih dari satu tergantung pilihan pemain dalam permainan, sidequest yang berhubungan dengan cerita utama yang berfokus pada pengembangan karakter yang dimainkan, sistem pertarungan yang unik dan grafis yang detil.

Saat pertama kali memainkan Chrono Trigger (versi PSX), kesan pertama adalah: “woi kenapa ada yang mirip banget dengan Son Go Ku dan Bulma?”. Setelah sekian lama baru ngeh kalau yang nge-desain karakternya itu Akira Toriyama, pengarang Dragon Ball.

Dalam game ini, player sering melakukan time travel (perjalanan waktu), mengumpulkan teman dan berusaha menyelamatkan dunia dari kehancuran. Baca lebih lanjut

Legend of Legaia dan Kekristenan

Legend_of_Legaia.png

Legend of Legaia adalah RPG pertama yang saya tamatkan. Jauh sebelum Legend of Legaia, saya sudah mengenal banyak video game namun inilah video game dengan genre RPG yang pertama kali saya mainkan.

FYI, RPG adalah genre video game favorit saya karena genre RPG (Role Playing Game) selalu memberikan sisi story sebagai nilai jual gamenya, lebih dari grafik dan efek suara.

Lewat Legend of Legaia, saya mengenal RPG-RPG lainnya seperti seri Final Fantasy, Chrono Trigger dan Chrono Cross, Suikoden dan RPG-RPG lainnya yang memiliki alur cerita yang tak kalah luar biasanya. Baca lebih lanjut

Alpha Omega Sosial Media

Ada empat alasan saya menggunakan sosial media (nanti kalau lebih dari empat tinggal di-edit).

  1. Share artikel blog saya, atau sesuatu yang informatif baik artikel maupun gambar.
  2. Mencari inspirasi, membangkitkan kreativitas untuk tulisan blog, puisi, atau sekedar kata-kata bijak yang terkesan cerdas (halah -_-).
  3. Bersosialisasi (ya iya lah! SOSIAL media gitu!), apalagi untuk seorang introvert seperti saya.
  4. (Walaupun jarang, Ini tidak baik dan harus terus dikurangi) Nyampah, curhat terselubung, cari perhatian, cari perhatian yang terselubung, membangun image di dunia maya, narsis, membangkitkan kecemburuan pembaca (kecemburuan dalam bentuk apapun, baik sadar maupun tidak sadar).

Baca lebih lanjut